Minggu, 12 Desember 2010

Sosok Seorang Pemimpin

Pagi ini, saya buka salah satu jejaring sosial yang bernama facebook. Membuka Top News dan melihat sebuah status teman saya yang bernama Tomi :
"Subhanallah, Ketua OSIS yang dulu mengkader saya pas SMA skrg menjadi Ketua BEM UI.. Bagaimana dengan saya?hahahaha... Tak pantas rasanya jika kita sudah merasa pantas mengemban amanah besar, yang pantas kita lakukan adalah mempersiapkan diri untuk mengemban amanah.." 
Sang Ketua OSIS itu adalah Maman Abdurakhman. Spontan saya langsung membuka profil fb Mas Maman (panggilan kakak kelas di SMA saya dulu 'Mas dan Mba'). Saat saya yang dulu masih cupu dan baru beranjak dari rok biru menjadi abu-abu, saya dikader oleh angkatan Mas Maman. Sampai saat itu, saya masih belum mengerti bahwa sosok seorang pemimpin sangat memberikan pengaruh yang luar biasa bagi keberjalanan suatu organisasi. Dan sekarang Ketua OSIS saya tersebut memimpin lingkup yang lebih besar lagi, pemimpin tertinggi di kemahasiswaan Universitas Indonesia.

Pertama kali bertemu dengan Pak Ketua OSIS tersebut di bangsal SMA Negeri 1 Cirebon. Sekolah yang dulu masih merupakan sekolah favorit. Ia maju ke depan kami, siswa kelas 1 yang sedang menjalani Masa Orientasi Siswa (MOS). Anak SMP yang masih suka ribut, berisik, dan bergurau. Namun, saya ingat apa yang dilakukan Mas Maman hanyalah mendiamkan kami menggunakan tangannya yang dibentuk sebagai tanda yang kami pahami adalah tanda mohon tenang. Aura kepemimpinannya memang tinggi, ia punya kharisma dari seorang pemimpin. Saat itu, kami pun sekitar 360 orang langsung tenang.

Saya bertanya kepada teman saya, "Siapa tuh?". "Itu ketua OSISnya tau". "Oh."
Karena sedang MOS saya pun tidak berani untuk ngobrol lagi. Dua organisasi siswa tertinggi di sekolah adalah OSIS dan MPK. Saat itu, saya sudah mengenal ketua MPKnya karena dia sekelas dengan saya di tempat les. Nama ketua MPK saat itu adalah Ichwan.
Sepintas pertama kali, saya melihat sosok Mas Maman adalah saat kaderisasi SMA tadi. Nah, kesehariannya di lingkungan sekolah yang saya lihat adalah dia selalu tersenyum. Bahkan kepada adik kelas yang tidak mungkin dia kenal juga dia mau senyum duluan. Budaya yang dulu ditanamkan di SMA kami adalah saling senyum, sapa, dan salam. Yang entah mengapa saat saya kelas 3 budaya tersebut sudah luntur.

Setahun saya merasakan lingkungan akademis yang begitu kondusif. Lingkungan yang benar-benar membuat kita belajar. Saat kelas 1 SMA, saya pun ditunjuk oleh Ketua Murid di kelas saya X4, yaitu Riyan yang biasa dipanggil Jay untuk menjadi perwakilan kelas di MPK. Jay, dulu merupakan ketua OSIS saya waktu SMP dan saya dulu memang sempat diberi amanah untuk menjadi wakilnya bersama Hermawan.

Alhasil, saya pun menjadi anggota MPK sampai kelas 3. Keuntungan menjadi anggota MPK dari kelas 1 adalah, saya sudah bisa ikut belajar berorganisasi lebih cepat dari kawan-kawan saya yang lain. Karena kebijakan di SMA saya adalah pemangku amanah sebagai pengurus OSIS adalah hanya siswa kelas 2. Siswa kelas 1 belum bisa ikut berkontribusi di OSIS. Nah, kebetulan, kurang lebih 1 bulan setelah kaderisasi siswa baru usai, biasanya dilakukan pemilihan Ketua OSIS baru, dan sistem pembentukan struktur organisasi dan pemilihan stafnya adalah dengan sistem kabinet. Sebagai MPK, tugas yang kami emban adalah untuk menyeleksi calon ketua OSIS yang baru hingga menjadi 3 terpilih yang nantinya akan dilakukan kampanye serta pemilu. Mungkin tugasnya seperti PanPel kalau sekarang di himpunan. Tugas lain dari MPK adalah mengawasi kinerja dari kepengurusan OSIS dan pada akhir masa baktinya, MPKlah yang menerima Laporan Pertanggungjawabannya (LPJ). Yah, itu persis kayak tugas DPP lah kalo di HMIF sekarang. Disana kita benar-benar dituntut untuk bertindak seobjektif mungkin. Tidak memandang apakah dia teman kita atau bukan. Hal ini tidak begitu masalah saat saya kelas 1. Saya masih bisa berlaku objektif karena kepengurusa OSIS tidak dipegang oleh temang satu angkatan saya. Dan tantangan untuk tetap bersikap objektif ada saat pemilihan Ketua OSIS saat kelas 2 dan untuk menerima LPJ mereka.


Ya, setelah MOS selesai, dilakukan penyeleksian untuk calon ketua OSIS. Masa bakti selanjutnya sudah terpilih adalah Mas Heru, yang sekarang merupakan mahasiswa ITB juga di program studi Matematika '08. Salah satu wakilnya, yakni Ka Monic sekarang kuliah di UI (saya lupa jurusannya). Setelah LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) yang juga merupakan tanggung jawab MPKdan pelantikan, diselenggarakan LPJ dari masa bakti sebelumnya, yaitu masa bakti 2007 yang dipimpin oleh Mas Maman.


LPJ dilakukan 2 hari. Karena ada 8 divisi, biasanya 4 divisi di hari pertama, dan 4 divisi sisanya di hari kedua dilanjutkan dengan Sekretaris, Bendahara, dan Ketua OSIS. Saat LPJ berlangsung, saya yang notabene masih kelas 1 hanya menyimak karena saya memang tidak tahu bagaimana keberjalanan kepengurusan saat itu. Di saat LPJ dari Ketua OSIS diterima oleh Ketua MPK saat itu, Mas Maman yang memang berjiwa kepemimpinan tinggi, benar-benar meluangkan waktu untuk mengucapkan terima kasih dengan menyebutkan satu per satu pengurus OSIS dan menyanjung apa yang telah mereka masing-masing lakukan. Saat menyimak LPJnya, sayu baru mulai mengerti apa yang harus dilakukan sebagai seorang pemimpin. Dia benar-benar sosok pemimpin yang mengayomi bawahan dan massanya. Dan dia selalu tenang dari yang saya lihat.


Mendengar cerita tentang dia dari teman-teman dan guru saya, sangatlah wajar jika ia menjadi seperti sekarang ini. Mas Maman yang dulu aktif di organisasi tapi selalu meraih peringkat pertama di kelas. Lulus SMA, ia pun berhasil mendapatkan beasiswa penuh dari Sampoerna selama dia berkuliah di Teknik Mesin UI. Ya, saya tahu sedikit cerita tentang dia karena saat kelas 3 SMA, ada jam pelajaran khusu untuk Bimbingan Konseling, dan suatu hari ibu guru BK, mengundang Mas Maman yang sedang berkunjung ke SMA kami untuk masuk ke beberapa kelas 3 sekedar untuk sharing pengalaman Mas Maman yang memang luar biasa. Sosok yang sederhana, murah senyum, pejuang, tidak pernah menyia-nyiakan waktu, sholeh dan rajin beribadah, tawakal, baik kepada semua orang, mampu mengayomi orang di sekitarnya. Saya bersyukur pernah mengambil pelajaran dari dia dan berada di bawah kepemimpinannya walaupun hanya kurang dari 2 bulan. Mungkin sosok pemimpin seperti ini yang dibutuhkan oleh Indonesia sekarang. Kami tunggu masa baktimu untuk negeri, Mas. 

Terakhir komen buat kalimat terakhir dari Tomi. Saya juga mempertanyakan kepada diri saya sendiri, amanah itu membuat saya takut. Takut tidak bisa menjalankannya dengan baik, bahkan takut kalau saya tidak bisa menjalankannya. Setuju dengan pernyataan mari mempersiapkan diri untuk mengemban amanah. Mari bangkit! Hilangkan sifat malas dan tidak produktif!! *berusaha menyemangati diri sendiri*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar