Ceritanya pada hari Kamis tanggal 28 Maret yang lalu, Kira -nama laptop gue- ngamuk. Layarnya ga mau nyala. Alhasil gue gagal bimbingan dan menunjukkan progress gue (yang memang 0%, #eh). Nah, gara-gara itu, Kira masuk rumah sakit -red:BEC. Setelah diopname satu minggu, tanggal 5 April, Kira pun bisa kembali pulang dan beroperasi normal. Mulailah gue dan partner gue yang super keren itu bekerja sama kembali untuk berusaha mengerjakan **.
Tepat satu minggu kemudian, di hari Kamis juga, tanggal 11 April. Gue ditemenin Kira mulai ngoding di kelas Psiter. Selesai kelas Psiter, beranjaklah gue, Karin, dan Bepe menuju lab SI guna menea bersama. Eh, pas lagi mau dinyalain, Kira rewel lagi, ditunggu dan diotak-atik selama kurang lebih 1 jam, si dia tetap ga mau nyala. Huft. Nangis di tempat lah gue. Iya, gue nangis beneran! Kali ini gue beneran meneteskan air mata.
Berhubung satu minggu kemudian, tanggal 17 April 2013 merupakan hari pendaftaran seminar TA2, gue jadi panik, stres, sedih, galau, campur aduk deh perasaan gue. Gue langsung nelpon emak bilang kalo Kira ngadat lagi dan besoknya, gue pun langsung mencari partner baru buat hidup gue. Gue pun bertemu dengan Brownie. Alhamdulillah, si Brownie ini cakep dah spek-nya. Bikin bahagia. Bisa dipake buat main game #eh. Semoga Brownie bisa bersahabat dengan gue dan Kira. Oh iya, sekarang Kira masih belum hidup karena harddisknya lagi gue jadiin eksternal. Maaf ya, Kira :)
Jadi, segitu perkenalan tentang my new partner for life. Gue sudah berhasil move on dari Kira. Tapi, gue tetap akan selalu mengenangnya karena sudah hampir 4 tahun bersama. Sayang, Kira tidak bisa menemani gue sampai akhir. Tapi, jujur awalnya beraaat banget buat ninggalin Kira *udah kayak pacar*. He was my best partner ever. Nah, berhubung gue udah move on! Mari kita menjadi partner terbaik Brownie!!!
Sabtu, 20 April 2013
Strawberry Ice Cream Pancake
Ceritanya, awal bulan ini gue pulang ke rumah dan lagi pengen banget makan pancake enak. Tapi gue ga tau tempat pancake enak di Cirebon di mana. Nah, alhasil, gue yang kebetulan baru dikasih link resep enak dari Karin ingin mencoba membuat pancake sendiri. Bahan-bahannya juga hampir pasti ada di rumah. Gue cuma beli strawberry topping sama es krim doang.
Ceritanya lagi, gue gagal bikin pancakenya. Ga fluffy. Hiks :(. Bikin makanan gampang kayak gitu aja gue gagal. Fix banget gue emang ga bakat dalam hal masak memasak. Sebenarnya rasa dari si pancake ga jadi ini enak-enak aja sih. Cuma lebih jadi kayak kulit kue dadar gulung karena tipis. Kalo dibuat tebal jadi gak matang. Padahal katanya tinggal nunggu sampai ada bubble di permukaan pancakenya baru dibalik. Tapi bubble itu ga pernah muncul sampai pancakenya hampir gosong. Nyaaam.
Ah, foto pancake gagalnya masih ada di tablet. Nanti gue pamerin hasil kegagalan gue mencoba bermain dengan kompor yak. Oh iya, karena pancakenya gagal alhasil gue malah ngabisin es krim sebanyak itu sendirian. Muhahahahhaha.
Ceritanya lagi, gue gagal bikin pancakenya. Ga fluffy. Hiks :(. Bikin makanan gampang kayak gitu aja gue gagal. Fix banget gue emang ga bakat dalam hal masak memasak. Sebenarnya rasa dari si pancake ga jadi ini enak-enak aja sih. Cuma lebih jadi kayak kulit kue dadar gulung karena tipis. Kalo dibuat tebal jadi gak matang. Padahal katanya tinggal nunggu sampai ada bubble di permukaan pancakenya baru dibalik. Tapi bubble itu ga pernah muncul sampai pancakenya hampir gosong. Nyaaam.
Ah, foto pancake gagalnya masih ada di tablet. Nanti gue pamerin hasil kegagalan gue mencoba bermain dengan kompor yak. Oh iya, karena pancakenya gagal alhasil gue malah ngabisin es krim sebanyak itu sendirian. Muhahahahhaha.
Rabu, 10 April 2013
Ngelantur
Bermula dari keisengan membuka jejaring sosial ketika meNeA dan kembali terdampar di sini. Ada seorang teman yang nge-share link blog salah satu dosen saya. Isi blognya adalah tentang pidato seorang lulusan terbaik di salah satu universitas di Amerika sana. Saya tidak akan meng-copy paste isi pidato tersebut karena itu hanya sekedar memberikan gagasan yang terbersit di benak saya untuk menulis sesuatu.
Nah, inti dari pidato itu sendiri jika saya simpulkan adalah tentang sistem pendidikan yang tentu saja tidak hanya di Amerika tapi juga dirasakan di Indonesia. Sistem pendidikan yang hanya mementingkan 'nilai tinggi' bukan pelajaran apa yang diperoleh. *pelajaran, pembelajaran? hmm. ya gitu deh maksudnya.*
Mungkin saya hanya ingin sekedar menceritakan tentang pengalaman pribadi. Dulu sekali, saya juga termasuk murid yang hanya mencari nilai tinggi. Dulu. Sebelum saya mengenal dunia selain belajar. Itu hanya berlangsung sampai saya kelas satu SMP. Dulu. Mungkin saya dikenal orang sebagai seorang anak kutu buku yang rajin belajar, punya catatan yang cukup lengkap, kutu buku, rajin mengerjakan PR di saat yang lain lupa kalau ada tugas, nilainya hampir selalu paling tinggi dan 'sejenisnya' lah. Bukan bermaksud sombong, tapi yang ada saya yang dulu itu termasuk tipikal orang yang akan sangat saya benci sekarang. Saya yang dulu akan melahap semua jenis mata pelajaran yang ada, meskipun jauh di dalam lubuk hati yang terdalam saya tidak tertarik dengan mata pelajaran tersebut.
Sampai akhirnya, saya menghadapi 'sesuatu' yang membuat saya benar-benar menjadi orang yang berkebalikan. Pemalas, berpikiran 'ngapain sih lo belajar rajin-rajin?', santai ajalah mending juga nikmatin hidup, mulai kenal kata 'bolos', jarang mengerjakan tugas, dan seterusnya. Berubah drastis. Ya. Bahkan, saya jadi benar-benar tidak peduli dengan mata pelajaran yang saya tidak suka sampai nilai saya menurun semua. But that was fun. Akhirnya lagi, saya hanya membaca text book yang menarik menurut saya. Kalau saya tidak tertarik jangan harap ada yang nyangkut di kepala. Sejak saat itu juga, saya sudah sempat berpikir kenapa kita perlu nilai tinggi sih? Padahal ga ngaruh dan sebenarnya ilmu apa yang benar-benar didapat saat itu? Well, ga bisa dipungkiri kalau nilai tinggi itu bisa menjadi gerbang yang terbuka lebar untuk pergi kemanapun kita mau. Tapi, apa itu saja cukup? Di saat saya berubah total, mungkin saya sempat berpikir untuk belajar apapun yang saya suka karena saya bisa mempelajarinya dengan suka cita dan tanpa paksaan. Setidaknya saya memperoleh sesuatu dari situ karena saya benar-benar bisa memahami apa yang saya ingin pahami. Tapi, sistem pendidikan yang memaksa kita memperoleh 'nilai tinggi' tersebut tetap memaksa saya untuk belajar semuanya setidaknya beberapa hari menjelang ujian. Hahaha. Ada sistem yang memaksa agar nilai kita sebagai seorang murid itu harus tinggi. Atau mungkin juga dikarenakan ekspektasi kebanyakan orang terhadap murid yang biasanya mendapat nilail bagus itu ga mungkin dapat nilai jelek? Ah. Menyusahkan.
Seandainya, kita diperkenankan memilih sejak dulu. Apa saja yang ingin kita pelajari saat itu ya kita pelajari. Belajar tanpa keharusan dan keterpaksaan. Belajar hanya karena kita ingin. Haha. Mungkin ini yang bikin saya menjadi moody-an kalau belajar. Cuma ketika saya ingin ya saya belajar apa yang ingin saya pelajari. Mungkin, jika kita diperkenankan memilih sejak dulu dan fokus terhadap apa yang kita senangi, passion kita, tanpa harus mencabang-cabangkan pikiran kita dengan hal lain. Mungkin, kita sudah menjadi orang yang sangat ahli dalam suatu bidang tertentu. Mungkin, kita bisa bersatu padu dengan passion yang ada dalam diri kita.
Ah. Tapi saya tahu kalau kita tidak bisa seenaknya keluar dari sistem. Kalau mau keluar dari sistem effort-nya bakal sangat luar biasa besar. Dan mungkin saya cuma seorang yang sukanya mencari aman juga. Ah. Ngelantur kemana-mana. Ya sudah. Intinya saya setuju dengan isi pidato sang wisudawan yang bilang seharusnya kita itu diberi pendidikan sesuai dengan passion kita dan belajar tanpa keterpaksaan dari sistem, belajar karena memang kita ingin, bukannya mendapat doktrin agar mendapat nilai tinggi saja. Belajar karena ingin mendapatkan sesuatu yang berharga dan hanya bisa diperoleh dari proses tersebut. Tolonglah, tidak usah membebani dengan harus selalu mendapatkan nilai tinggi. Sama halnya dengan, tolong dong berikan kami sedikit waktu lagu untuk bisa melakukan eksplorasi tentang TA kami. Sayang kan, kalau TA gitu doang. Jangan paksakan kami dengan jadwal yang super ketat itu wahai prodi. Berikanlah kami ruang dan waktu!
*super ngelantur karena stres TA*
Nah, inti dari pidato itu sendiri jika saya simpulkan adalah tentang sistem pendidikan yang tentu saja tidak hanya di Amerika tapi juga dirasakan di Indonesia. Sistem pendidikan yang hanya mementingkan 'nilai tinggi' bukan pelajaran apa yang diperoleh. *pelajaran, pembelajaran? hmm. ya gitu deh maksudnya.*
Mungkin saya hanya ingin sekedar menceritakan tentang pengalaman pribadi. Dulu sekali, saya juga termasuk murid yang hanya mencari nilai tinggi. Dulu. Sebelum saya mengenal dunia selain belajar. Itu hanya berlangsung sampai saya kelas satu SMP. Dulu. Mungkin saya dikenal orang sebagai seorang anak kutu buku yang rajin belajar, punya catatan yang cukup lengkap, kutu buku, rajin mengerjakan PR di saat yang lain lupa kalau ada tugas, nilainya hampir selalu paling tinggi dan 'sejenisnya' lah. Bukan bermaksud sombong, tapi yang ada saya yang dulu itu termasuk tipikal orang yang akan sangat saya benci sekarang. Saya yang dulu akan melahap semua jenis mata pelajaran yang ada, meskipun jauh di dalam lubuk hati yang terdalam saya tidak tertarik dengan mata pelajaran tersebut.
Sampai akhirnya, saya menghadapi 'sesuatu' yang membuat saya benar-benar menjadi orang yang berkebalikan. Pemalas, berpikiran 'ngapain sih lo belajar rajin-rajin?', santai ajalah mending juga nikmatin hidup, mulai kenal kata 'bolos', jarang mengerjakan tugas, dan seterusnya. Berubah drastis. Ya. Bahkan, saya jadi benar-benar tidak peduli dengan mata pelajaran yang saya tidak suka sampai nilai saya menurun semua. But that was fun. Akhirnya lagi, saya hanya membaca text book yang menarik menurut saya. Kalau saya tidak tertarik jangan harap ada yang nyangkut di kepala. Sejak saat itu juga, saya sudah sempat berpikir kenapa kita perlu nilai tinggi sih? Padahal ga ngaruh dan sebenarnya ilmu apa yang benar-benar didapat saat itu? Well, ga bisa dipungkiri kalau nilai tinggi itu bisa menjadi gerbang yang terbuka lebar untuk pergi kemanapun kita mau. Tapi, apa itu saja cukup? Di saat saya berubah total, mungkin saya sempat berpikir untuk belajar apapun yang saya suka karena saya bisa mempelajarinya dengan suka cita dan tanpa paksaan. Setidaknya saya memperoleh sesuatu dari situ karena saya benar-benar bisa memahami apa yang saya ingin pahami. Tapi, sistem pendidikan yang memaksa kita memperoleh 'nilai tinggi' tersebut tetap memaksa saya untuk belajar semuanya setidaknya beberapa hari menjelang ujian. Hahaha. Ada sistem yang memaksa agar nilai kita sebagai seorang murid itu harus tinggi. Atau mungkin juga dikarenakan ekspektasi kebanyakan orang terhadap murid yang biasanya mendapat nilail bagus itu ga mungkin dapat nilai jelek? Ah. Menyusahkan.
Seandainya, kita diperkenankan memilih sejak dulu. Apa saja yang ingin kita pelajari saat itu ya kita pelajari. Belajar tanpa keharusan dan keterpaksaan. Belajar hanya karena kita ingin. Haha. Mungkin ini yang bikin saya menjadi moody-an kalau belajar. Cuma ketika saya ingin ya saya belajar apa yang ingin saya pelajari. Mungkin, jika kita diperkenankan memilih sejak dulu dan fokus terhadap apa yang kita senangi, passion kita, tanpa harus mencabang-cabangkan pikiran kita dengan hal lain. Mungkin, kita sudah menjadi orang yang sangat ahli dalam suatu bidang tertentu. Mungkin, kita bisa bersatu padu dengan passion yang ada dalam diri kita.
Ah. Tapi saya tahu kalau kita tidak bisa seenaknya keluar dari sistem. Kalau mau keluar dari sistem effort-nya bakal sangat luar biasa besar. Dan mungkin saya cuma seorang yang sukanya mencari aman juga. Ah. Ngelantur kemana-mana. Ya sudah. Intinya saya setuju dengan isi pidato sang wisudawan yang bilang seharusnya kita itu diberi pendidikan sesuai dengan passion kita dan belajar tanpa keterpaksaan dari sistem, belajar karena memang kita ingin, bukannya mendapat doktrin agar mendapat nilai tinggi saja. Belajar karena ingin mendapatkan sesuatu yang berharga dan hanya bisa diperoleh dari proses tersebut. Tolonglah, tidak usah membebani dengan harus selalu mendapatkan nilai tinggi. Sama halnya dengan, tolong dong berikan kami sedikit waktu lagu untuk bisa melakukan eksplorasi tentang TA kami. Sayang kan, kalau TA gitu doang. Jangan paksakan kami dengan jadwal yang super ketat itu wahai prodi. Berikanlah kami ruang dan waktu!
*super ngelantur karena stres TA*
Langganan:
Postingan (Atom)